DPR Minta Pemerintah Buka Kran Impor Kebutuhan Pokok di Kepri
Anggota Komisi VI DPR RI Nyat Kadir mendesak Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan agar membuka kran impor kebutuhan pokok, khususnya komoditas beras di daerah perbatasan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Mengingat, daerah perbatasan sangat rawan terhadap penyelundupan.
“Ini sudah berkali-kali kami sampaikan agar Mendag membuka kran impor beras. Di daerah perbatasan seperti di Kepri tidak ada hasil apapun, tidak ada yang menanam (padi),” kata Nyat Kadir dalam rangkaian kunjungan kerja Komisi VI DPR di Kabupaten Karimun, Kepri, di penghujung April 2015 lalu.
Politisi F-Nasdem ini menegaskan, larangan impor beras di daerah perbatasan sangat rentan terjadinya tindak pidana penyelundupan impor akibat tingginya disparitas harga beras dari Jawa atau Sumatera terhadap beras impor.
“Daerah perbatasan sangat berbahaya dan rentan terhadap penyelundupan. Kalau tidak impor, maka yang ilegal tetap jalan. Artinya sama saja membiarkan yang ilegal menjadi legal, sementara aparat sudah berusaha, tapi kemampuannya kan terbatas dengan daerahnya yang begitu luas,” tegasnya.
Hasil temuan Politisi yang memang berasal dari Dapil Kepri ini menunjukkan adanya disparitas harga beras impor dibanding beras lokal. Bahkan, banyak toko yang menjual beras impor. Harga beras dalam negeri, bisa menembus Rp11.000 per kilogram di Kabupaten Natuna dan Lingga.
“Harga setinggi itu, kata dia lagi cukup membebani masyarakat. Kecuali harganya bisa Rp 8.000, tidak masalah kran beras impor ditutup,” kritisnya.
Politisi yang pernah menjabat Walikota Batam ini berjanji akan memperjuangkan agar kran impor beras di Kepri dibuka. Ia juga akan berkoordinasi dengan Bulog.
Senada dengan Nyat Kadir, Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Tohir menyatakan memang semestinya tidak ada batasan barang kebutuhan masuk. Ia berjanji akan membawa persoalan ini ke pusat.
Sebelumnya, Gubernur Kepri Muhammad Sani meminta kepada Pemerintah untuk membuka kran impor kebutuhan pokok di Kepri, karena berada di daerah perbatasan.
“Masa daerah kita menyandang FTZ, tapi tetap saja ada batasan akan persoalan memasukkan barang kebutuhan,” curhat Sani. (sf) foto: sofyan/parle/od